Jumat, 25 Maret 2011

NONSENSE


Di bawah terik mentari yang menyengat

Ia menyeret borok di selangkangannya

Keringat menambah perih pada borok yang semakin menganga

Ia mengaso sejenak, menengadah menantang bagaskara

Dan mengumpat 'cancuk!'

Ini hukuman bukan pengorbanan

Luka saja sudah terlalu menyiksa

Apalagi harus dibawa berlari

Siang bolong mengejar

Sebab bila terlambat senja akan menikamnya

Malam akan membiarkan dia mati dipagut pekatnya

Ia terhukum bukan nabi besar

Ia tak punya pelita

Yang mampu menembus gulita

Hukuman ini harus benar-benar selesai

Sebelum matahari pergi

ia butuh mata para saksi

Ia harus sampai di titik akhir

Ia tak mau menjadi mangsa kegelapan

Ia tak ingin mati sia-sia

Kalaupun ia harus mati ia ingin mati dalam terang

Orang-orang akan melihatnya

Mengenalinya sebagai diri mereka sendiri

Menyadari ini membelalakan matanya

Ia pun terus berlari, semakin cepat

Terselingi sumringah bibir pucatnya

Dan akhirnya terbahak ngakak

Ha...ha...ha...ha…….

Kita semua adalah terhukum

Selasa, 22 Maret 2011

Waturia - (Kuta)


Kita harus mengulang cerita kita ketika bau laut kembali tercium. Karena dengan mengulang cerita ini kita menjadi semakin dekat. Sedekat laut dengan bibir pantai. Sayangnya kau tak bisa hadir sehingga terpaksa aku harus bercakap sendiri kepada laut dan gelombang. Kadang aku terganggu gurauan anak-anak yang mengajak berenang. Aku mulai tergoda tapi ceritaku belum selesai karena itu aku tetap bertahan di bibir pantai.
Ketika kata-kata aku ucapkan, pecahan gelombang menelannya cepat-cepat dan membawanya ke laut yang lebih luas. Begitu aku terdiam, kudengarkan bisikan gelombang pada pecahannya. Aku tak pahami kata-kata seperti apa yang sedang disampaikannya tapi aku merasa ia sedang menyambung ceritaku. Sehingga ceritaku telah menjadi cerita kami.
Cerita kita telah menjadi milik lautan juga. Walaupun kau tak hadir di sini, aku tak sungguh-sungguh merasa sendirian. Ketika ceritaku telah selesai kusampaikan, maka laut pun menyimpannya dalam-dalam di dasarnya. Namun aku yakin cerita itu suatu hari nanti akan di ceritakan kepada bibir pantai yang lain. Di sana kau mungkin sedang berdiri menghitung gelombang. Laut telah mempersatukan kita, bukan?

Sabtu, 19 Maret 2011

zerovigo 03


Pernah kutulis namamu dalam lembaran-lembaran sejarah hidupku

Aku menulisnya dengan kata-kata yang aku ingin suatu waktu engkaupun akan mengetahuinya. Kalimat-kalimat yang aku harap kau kelak akan membacanya. Aku tulis dengan seluruh keangkuhan diriku. Aku tulis dengan kesadaran bahwa aku telah menamai dirimu. Padahal aku telah keliru. Karena kata-kataku berbeda dengan ucapan yang di bibirmu, yang mungkin telah engkau ucapkan tapi sampai sekarang tak pernah bisa aku tangkap. Aku tahu aku telah salah mengartikan setiap senyummu, setiap tatapanmu, atau setiap sentuhanmu. Tapi untuk waktu tertentu aku bahagia karena aku boleh mengenal dirimu dari sisi dirimu yang dapat aku tangkap. Itu sudah cukup buatku.

Kamis, 17 Maret 2011

Misere Pluvia

 
01
HujanMu mengguyur terlalu deras
Mengucurkan dendam dedahanan
Daun-daun mudah pun suntuk
Tak kuasa menahan beban
Akankah rindu dipendam sendiri
Sementara sudah kuyupan aku menunggu
Mana setiaMu
Tlahkah hilang bersama dingin
02
Hujuanmu menusuk terlalu dalam
Sampai terasa lirih gemerisiknya
Pedih menindih menanti begini
Sendiri menimbang
Entakah diahkiri saja
03
Hujan yang tak kunjung reda
Apakah yang membuatmu bertahan
Cintakah kau pada bumi kurus kering
Atau hanya sekedar patuh pada alam
Penggiliran ini
Akankah berujung tunas bahagia
Bahasa ini
Masihkan mampu menampung curahanmu

Rabu, 16 Maret 2011

agapethos

Kita tak pernah bicara secara terus terang. Tapi aku merasakan ada sesuatu yang menyesakkan dadamu bila kita bertemu. Kadang-kadang aku dapati kau sedang tertegun memandangku. Di sela-sela canda tawa kita, aku merasakan ada yang masih kau sembunyikan.
Barangkali waktu memang belum pas untuk membicarakan dari hati-ke hati apa yang menyesakkan dada kita. Barangkali kita memang masih mencari-cari kata yang pas untuk bisa mengungkapkan timbunan isi hati. Atau masing-masing kita masih mengumpulkan keberanian untuk mengambil inisiatif memulai. Kita masih sering saling mengharapkan siapa yang akan membawa canda tawa kita pada suatu perkara yang serius. Masing-masing kita merasa ini mesti. Semakin mual rasanya memendam terlalu lama gejolak hati ini. Nyerinya malah ,mulai mengganggu kepala. Membuat senut-senut. Ah… apa-apan ini!
Ayolah bicarakanlah saja. Barangkali akan lebih baik bila semuanya sudah dilepas. Mengapa malu? Ataukah ada yang menakut-nakuti? Mungkin itu Cuma perasaanmu saja.

Senin, 14 Maret 2011

ANOMALIA AMORE

Palasari, Maret 10 '05

Pengen nulis tapi apa ya?? Udah nulis gilran gak mutu yang ditulis …

Apalagi waktu nulis dilihatin kan jadi malu…

Hari ini ,,, mmm.. Di kantor lumayan sibuk, sampai Vinna datang aja masih, issued tiketdan voucher Hotel so dia harus nunggu lumayan lama. Akhirnya pulang juga. Langsung meluncur ke Babakan, Tuka. Di tengah jalan terjadi ritus pegang tangan… coba ya kalau pada dilihat orang-orang… dasar! Berapa lama ritusnya, juga gak ngitung jamnya… ya begitulah… hal-hal yang apa ya… nentuin sendiri istilah yang cocok ya… pokoke yang berani terima tantanganlah...seperti itu… cinta yang terlarang??? Emang cinta??? Hehe jadi malu… stop nae lihat-lihat gitu kan jaddi malu…

Gitu aja ya… emang gak mutu tulisannya tapi ya gitu deh… udah dulu ya syg… tks udah dikasih coret--coret di buku,,, MU. Blue